Minggu, 19 Februari 2012

Senandung Diksi Malam Tentang Seseorang

Percakapan di satu waktu di satu masa antara sahabat ketika seluruh umat terlelap. Dialog tenang tentang masa lalu, kenang, hilang.
Daina Hasanti: “Ia tenggelam oleh arus yang diciptakan hantu2x durjana yang bertopengkan kisah muram khas dewi2x syurga.”


 Dyantini Adeline: “Termakan jaman,tertelan peradaban sampai sampai hilang nyawa.”


 Daina Hasanti: “Dia cuma seonggok kasar batu2x kerikil yang hendak terinjak dan menjadi lebih kerikil lagi. Semoga tidak jadi debu dan semakin mudah terbawa terbawa angin.”


 Dyantini Adeline: “Padahal senja lalu ia masih menjadi seekor macan yang kuat, seseorang yg kuat dengan arah. kini ia melandai, menjadi abu ditanah,ditelan,menjadi remah-remah tahun yg melaju.”


 Daina Hasanti: ” Dan saat ini adalah malam, saat2x orang lebih baik terlelap dalam pusaka, ia lebih memilih mati, mati dalam kegamangan hidupnya yang tiada ujung.”


 Dyantini Adeline: “Ia buta. krn tujuan yg slama ini ia cari sebenarnya ada di dalam air. air yg jernih. air dimana hujan menyatu di dalam udara, di dalam kesejukan yg pergi menjauh meskipun sbnrnya ia slalu tinggal&dtg.”


 Daina Hasanti: “Ia tuli. karena suara2x yang ia dengar adalah tidak nyata. ia inginkan realita ia malah mendapatkan kata-kata saja. ia tidak peduli dengan air atau udara, api membara sudah terlalu memanaskan jiwanya; telinga dan matanya.”


Dyantini Adeline: “Bagaikan malam yg dilalui bulan. Bintangpun bahkan enggan merayap rayap dalam bintangnya,dunianya, mereka terlalu enggan untuk mendengar banyaknya celotehan yg dikeluarkan anak hawa itu.”


 Daina Hasanti: “Dan adam sang ayah pun tersenyum getir dan menghela parau.”


 Dyantini Adeline: “Meskipun sang banyu selalu ditempatnya untuk berlalu dan menuruni setiap bukit,mengalir dinamis,meskipun ia rasakan perih berjalan diantara kerikil yg diciptakan engkau’”


Daina Hasanti: “Karena sungguh semua ini bukan perkara keberadaan, semua ini adalah tentang rasionalitas hati karena saat kau dikalahkan karenanya, muaklah duniamu.”


 Dyantini Adeline: “Dan ketika duniamu telah gelap, hilanglah sudah angin, hujan, dan mataharimu. Yg ada hanya perintah dan amarah. telan bulat asa.”


 Daina Hasanti: “Kemudian sisa pun tak bermakna lagi, percuma aksara, percuma air mata, tak hirau kicau, tak peduli cerita, hanya hampa mengentaskan drama sengsara’”
Entah dialog apa ini, entah mengapa kita merisaukan hal yang bahkan semua orang bilang telah dituliskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar